Alvi Hadi Sugondo bercerita, Alkisah ada tiga anak muda yang sangat terkenal baik, bertekad untuk mencari pengalaman berbeda di sebuah hutan. Ketiga anak itu bernama Yosep, Dirhan dan Santos. Ketiga anak itu sebenarnya ingin mengisi waktu libur sekolah, karena bosan dengan perjalanan menggunakan bus menuju ke rumah nenek Dirhan yang berada di balik gunung, maka ketiganya bertekad menempuh jalur kaki, yaitu berjalan kaki melewati jalan pintas.
“Ayo kita percepat langkah kita, semoga sampai di rumah nenek belum malam tiba” ujar Yosep menyemangati kedua sahabatnya untuk berjalan lebih cepat.
Pagi itu, mereka berjalan kaki menembus hutan yang lumayan luas, dan memang itulah satu-satunya jalan pintas untuk sampai ke balik gunung tanpa menggunakan jalur bus umum.
“ Lihat, ada goa. Menurut kakekku dulu, goa itu bisa menembus ke tempat yang kita inginkan 3 kali lebih cepat, bagaimana? Apakah kita lewati jalan ini saja? “ Tanya Santos pada kedua temannya itu.
“Saya lebih suka jalur jalan setapak saja, karena kita dulu sudah pernah lalui dan sampai juga ke tujuan walau agak malam. Kalau melalui goa ini, saya belum pernah, bagaimana pendapatmu Dirhan? “ kata Yosep.
“Memang, kalau ditanya sudah pernah, kita bertiga sudah pernah melalui jalan setapak ini, tapi kalau ada jalan yang tiga kali lebih cepat, saya lebih setuju pilih yang lebih cepat, apalagi hari sudah makin sore, takutnya kita bisa kemalaman di hutan” ujar Dirhan.
Yosep merasa kalah dalam ambil suara, karena Dirhan dan Santos lebih suka memilih jalur goa dari pada jalan setapak yang berliku dan begitu jauh. Maka ketiganya segera masuk ke goa itu tanpa ragu sedikit pun.
“Wah, suasana goa ini sangat sunyi, kata ayahku, jangan sembarangan bicara, lebih baik kita berdoa saja” ujar Santos pada kedua temannya sambil menyusuri jalan berbatu dan hanya berpenerang senter didalam goa yang gelap itu.
Goa itu memang besar dan luas pada ujung awalnya namun makin lama makin mengecil ke ujung keluarnya. Walau gelap, namun katanya jauh lebih dekat untuk sampai ke balik gunung, oleh karena itu ketiganya nekat untuk mengambil jalur cepat.
“Aduh, apa nih merambat ke punggungku” teriak Yosep yang berada di posisi paling belakang.
“Celaka, diam kamu Yosep, itu ada ular Weleng yang sangat berbisa jatuh ke pundak kamu. Jangan bergerak, aku akan singkirkan dengan tongkat ini” ujar Dirhan yang memang jago menaklukkan ular saat pramuka dulu.
Setelah ular itu dilempar ke tanah dengan tongkat, akhirnya Yosep bernafas lega.
Alvi Hadi Sugondo menambahkan, ternyata diatas mereka banyak sekali ular-ular yang bergelatungan. Jalan balik sudah tak mungkin lagi, karena ular ular itu mulai berjatuhan ke jalan dan siap mengejar ketiga anak muda itu.
“Ayo lari … cepat” teriak Dirhan, dan ketiganya mempercepat lari mereka meninggalkan beberapa ular yang jatuh dari atas langit goa.
Perjalanan tinggal beberapa menit lagi menuju pintu keluar. Menurut peta Dirhan, tepat di depan gundukan batu itu ada lubang goa yang menjadi satu-satunya jalan keluar, mereka pun segera berlari menuju pintu goa itu.
“Aduh celaka, pintu goa itu sudah tertutup oleh batu besar ini. Ayo kita dorong agar bergeser” ujar Santos, mengajak kedua temannya untuk mendorong batu besar itu.
Setelah dicoba beberapa kali, tak juga bergeser, karena batu itu terlalu berat. Mereka sempat beristirahat sejenak, dan melihat jam tangan bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, tanda sore menjelang malam akan tiba.
“Bagaimana tindakkan kita selanjutnya, pintu keluar sudah didepan mata, tapi terhalang oleh batu besar. Kalau kita paksa untuk menggunakan tenaga fisik, sepertinya tak akan berhasil. Bagaimana menurutmu Yosep, kamu kan lebih bijaksana diantara kita bertiga” ujar Dirhan
“Saya pernah membaca kisah 1001 malam tentang seorang pengembara yang terjebak dalam goa. Dia memohon kepada Tuhan atas nama amal-amal baiknya selama hidup, ia yakin bahwa dengan amal baik itu ia diberi kekuatan untuk menggeser batu itu, dan ternyata memang bisa” ujar Yosep.
Maka ketiganya pun berdoa pada Tuhan dengan sepenuh hati, karena terinspirasi dengan kisah nyata 1001 malam itu.
Dimulai dari Dirhan.
“Ya Tuhan, dulu saya pernah menolong mahlukmu berupa anjing yang sedang kelaparan. Anjing itu akan segera mati jika tidak ditolong, dan saya menolongnya dengan memberi makan dan minum hingga ia sehat kembali. Jika dengan kebaikan itu, Engkau menyukainya, maka geserlah batu besar ini agar kami bisa keluar” doa Dirhan sambil menempelkan kedua tangannya ke batu besar itu.
Dan …
“Gruuuukkk…
“ batu bergeser sedikit.
Ketiga anak itu terpana karena doa itu didengar Tuhan. Batu bergeser sedikit, namun cukup membuat ketiganya makin yakin dengan cara itu mereka bisa keluar. Kali ini Yosep. Ia pun berdoa dengan cara yang sama, yaitu meletakkan kedua tangannya ke batu sambil berdoa dengan penuh kusyu.
“Ya Tuhan, hamba Mu pernah membantu seorang nenek yang hampir mati karena kekurangan air. Ia seorang peminta-minta yang sudah tiga hari tiga malam belum makan dan mengemis dari satu pintu ke pintu yang lain. Hamba Mu sempat memberi makan dan minum cukup untuk 5 hari ke depan. Jika kebaikan itu Engkau sukai, mohon bantulah hamba agar batu ini bergeser lagi lebih lebar” doa Yosep dengan kata yang bergetar.
Aneh bin ajaib, kali ini, batu bergetar dan bergeser lebih lebar lagi, namun masih belum bisa membuat ketiganya keluar dari lubang itu.
Ketiganya makin bersyukur pada Tuhan, karena doa yang kedua juga didengar Tuhan.
“Ya Tuhan, mungkin hamba penuh dosa selama ini, hamba sungguh minta maaf. Hamba tak banyak memiliki kebaikan, namun selama ini, hamba selalu berbakti kepada kedua orangtua, hamba selalu menyenangkan kedua ayah dan ibu hamba dan tak pernah menyakiti hati mereka sedikit pun, jika Engkau menyukai amal baik hamba selama ini, tunjukkan pada kami kebesaran Mu ya Tuhan “ doa Santos dengan doa yang sungguh-sungguh disertai derai air mata.
Luar biasa, berkat doa dan kualitas amal baiknya itu, yaitu selalu bakti kepada kedua orang tua dan tak pernah menyakiti hati ayah dan ibu, maka batu itu seperti didorong dengan kekuatan sangat besar, dan nampaklah mulut goa yang lebar itu.
Ketiga pemuda itu sujud syukur di depan mulut goa lalu berlari dengan sangat gembira menuju rumah sang nenek yang tak jauh lagi. Sementara suasana sudah makin gelap, dan pukul 18.30 WIB ketiga anak muda itu sampai di kediaman sang nenek tercinta dengan tangisan bahagia.
Apa pesan moral yang bisa kita petik dari kisah nyata itu? Teryata, amal baik yang pernah kita lakukan itu memiliki energi ilahi yang tinggi, dan jika kita meminta sedikit pahalanya maka Tuhan akan kabulkan, walau kita masih hidup di dunia ini.
Jika amal baik kita begitu banyak dan terus melakukan banyak kebaikan, baik kepada Tuhan maupun sesama manusia, maka sangat tidak mustahil, saat bahaya datang atau kita memerluka suatu pertolongan, kita bisa meminta sedikit saja atas amal kebaikan kita itu pada Tuhan, dan lihatlah datangnya keajaiban. Semoga kisah ini bisa menginspirasi. Salam berbagi kebaikan.
Belum ada tanggapan untuk "ALVI HADI SUGONDO "TIGA PEMUDA TERJEBAK DALAM GOA""
Posting Komentar