Benson adalah seorang anak yang sejak kecil sudah ditinggal
pergi oleh ibunya. Sejak kecil pula, ia hidup bersama sang ayah yang ia puja.
Hidup Benson di sebuah apartemen sederhana. Ini bukan karena mereka orang
berada, tapi permintaan Benson untuk tinggal disana.
Setiap hari, sang ayah selalu melayani Benson layaknya
seorang ibu pada anak kesayangan. Mungkin sudah sejak kecil, Benson sudah
terbiasa dalam kasih sayang sang ayah yang cenderung dimanjakan, hingga Benson
tumbuh menjadi anak yang selalu bergantung pada ayahnya itu.
“Ayah, Benson minta dibelikan HP baru ya yah, teman-teman
Benson sudah punya HP semua, Cuma Benson yang belum punya HP” pinta Benson
kepada sang ayah.
Sang ayah agak terkejut mendengar pemintaan Benson, ia
membayangkan, betapa mahalnya harga handphone untuk ukuran dirinya. Namun sang
ayah tidak menunjukkan sikap tak mampu, apapun caranya ia harus perjuangkan
permintaan anak semata wayangnya ini.
Suatu hari Benson bersama teman-temannya bertemu dengan
seorang lelaki tua yang sedang menyapu jalan. Karena saat itu usai hujan, maka
jalanan banyak yang tergenang. Bapak tua itu menyapu jalan terlalu keras hingga
mengenai Benson dan beberapa temannya.
“Hey Bapak tua, kalau menyapu jalan pake mata dong, nih air
kena kami semua nih, dasar bodoh” ujar Benson pada bapak tua itu yang tak
terlihat wajahnya karena menggunakan penutup kepala.
“Maaf Den, Bapak tidak sengaja, lain kali Bapak lebih
hati-hati lagi” ujar penyapu jalan itu, lalu berlalu.
Benson agak kaget, ia sangat kenal dengan suara itu, tapi apakah
benar itu suara ayahnya sendiri? Benson
berpikir keras, bukannya ayahnya itu seorang pegawai kantor yang kerjanya di
dalam ruangan?
Pada malam hari, Benson bertanya pada ayahnya perihal
pekerjaan sang ayah.
“Benson, ayah bekerja disebuah perusahaan jasa ekspedisi
ternama di Jakarta Selatan, mana mungkin kamu melihat ayah di jalan?” ujar
ayahnya, sambil tertawa dan memakai seragam kantoran yang necis dan terhormat.
Benson tertawa juga, walau ia masih yakin suara itu mirip
dengan ayahnya sendiri. Tapi, buat apa dipikirkan, toh itu memang bukan
ayahnya.
Hari berganti hari, Beson kini makin dewasa tapi perilakunya
masih seperti anak kecil, penuh manja dan suka memaksa orang tua agar memenuhi
semua keinginannya.
“Benson, ayah sudah mulai sakit-sakitan,kamu harusnya lebih
dewasa, jangan seperti anak kecil lagi” nasehat sang ayah pada Benson di suatu
malam.
“Tidak bisa ayah, Benson sejak dulu hingga sekarang memang
sudah seperti ini, Ayah harus memenuhi semua permintaan Benson kalau mau
disebut ayah yang baik” ujar Benson tak mau tahu.
Hari berganti hari, dan sang ayah masih terus berjuang
mati-matian untuk memenuhi semua kebutuhan sang anak, suatu pekerjaan yang
sangat berat, mencari nafkah dan sekaligus membesarkan anak yang kini sudah
tumbuh dewasa.
Suatu hari, Benson berpapasan lagi dengan pembersih jalan
yang pernah ia bentak, dan kali ini bersama sang pacar. Benson lalu berusaha
untuk mengejar penyapu jalan itu, tapi penyapu itu lari menjauh ketika melihat
Benson.
“Sudahlah Benson, kenapa kau kejar penyapu jalan itu, toh dia
Cuma seorang tukang sapu” ujar pacarnya yang berusaha mengikuti langkah Benson
mengejar penyapu jalan itu.
Tapi langkah Benson semakin cepat dan akhirya penyapu jalan
itu tertangkap oleh Benson.
“Tolong .. tolong, saya jangan disakiti” ujarnya untuk
menghindari Benson, yang berusaha ingin membuka penutup kepala.
Karena Benson lebih cepat bergerak, akhirnya kupluk penyapu
jalan itu terengut dan terbukalah wajah dibalik penutup kepala itu. Dan
alangkah kagetnya Benson karena wajah penyapu jalan itu adalah wajah ayahnya
sendiri.
”Siapa dia Benson, kok kamu begitu kaget?” ujar pacarnya
karena melihat Benson sangat terkejut saat membuka penutup penyapu jalan itu.
Benson terpaku barang sesaat. Air matanya berjatuhan dan tak
kuasa menahan tangis. Ia sangat iba dengan penampilan ayahnya saat itu, tak
disangka bahwa selama bertahun-tahun sang ayah menyembunyikan identitasnya
sebagai penyapu jalan.
“Maafkan ayahmu Benson, ini saya lakukan agar kamu tidak
merasa minder di depan teman-temanmu” ujar ayahnya itu sambil menangis haru.
Benson tak bisa berkata, air mata Benson berjatuhan. Ia
teringat bagaimana ayahnya begitu sayang padanya, membelikan mainan mahal, padahal
sang ayah tak sanggup membelikannya, tapi dipaksakan dirinya untuk membeli. Ia
juga teringat, bagaimana sang ayah selama ini berkorban untuknya, habis-habisan,
demi memenuhi semua permintaannya, walau ternyata ia seorang penyapu jalanan.
“Ayah, maafkan Benson selama ini, Benson terlalu manja dan
memaksakan Ayah untuk memenuhi semua kebutuhan Benson. Ayah sudah banyak
berkorban, melebihi kasih Ibu. Sejak kecil hanya ayah yang membesarkan Benson,
dan hingga Benson sebesar ini, ayah masih tetap berkorban demi Benson” ujar
Benson terbata-bata sambil memeluk ayahnya yang masih berpakaian seragam tukang
sapu jalanan.
Apa pesan moral dari cerita diatas? Ternyata, pengorbanan
seorang ayah juga tak kalah hebat dengan pengorbanan seorang Ibu. Kadang, kita
sebagai anak hanya ingin dipenuhi kebutuhannya, namun tak melihat seberapa
besar kemampuan kedua orangtua kita yang sebenarnya.
Menutup kisah inspirasi ini, ada baiknya kita membaca ulang
pepatah Yunani yang berbunyi “ Ketika
sang ayah memberi sesuatu pada anaknya, sang anak pun tersenyum, namun ketika
sang anak memberikan sesuatu pada ayahnya, maka sang ayah menangis”
Mari kita ingat-ingat lagi pengorbanan kedua orang tua kita,
sebisa yang kita bisa, dan seingat yang kita mampu. Bagaimana wajah mereka saat
kita kecil, tentu sangat ceria walau mengandung kelelahan yang begitu panjang. Peluklah
orangtua kita, dan katakan,” Aku sayang kamu”
Belum ada tanggapan untuk "ALVI HADI SUGONDO "KISAH PENGORBANAN SANG AYAH PADA ANAK SEMATA WAYANG “ APAPUN, AKAN KUBERIKAN, NAK ..”"
Posting Komentar